--- Welcome to my blog ---

Pencitraan Perusahaan

Senin, 22 Maret 2010

Pentingnya pencitraan pelayanan (branded services) sudah disadari banyak pihak,tetapi banyak industri yang belum melakukannya. Oleh karena itu, dibutuhkan seorang yang berani mengambil risiko (risk taker) agar bisa berbeda.

Agar sebuah perusahaan diperhatikan konsumen, mereka harus memberikan yang berbeda dari kompetitor. Itulah ”hukum”yang berlaku dalam persaingan bisnis. Nah, untuk menemukan keunikan dan kekhasan sebuah perusahaan, dibutuhkan investasi yang tidak murah.Butuh waktu lama untuk membangun kekhasan merek (brand) yang bisa diterima konsumen. Karena itu, kata Vice President MarkPlus Inc Jacky Mussry, dibutuhkan seorang pengusaha yang memiliki jiwa risk taker guna menjalankan strategi branded service.

Seperti juga seorang manusia, perusahaan sebagai kumpulan manusia juga memerlukan identitas. Inilah yang kemudian disebut sebagai Corporate Identity. Unsur ini merupakan pedoman keseragaman penampilan dan perilaku yang menyatukan seluruh karyawan sehingga memudahkan pelanggan mengingat nama perusahaan dan mengaitkannya dengan suatu atribut atau sifat-sifat tertentu yang disukai. Hasil dari implementasi corporate identity adalah apa yang disebut sebagai corporate image.
Ada perusahaan yang memiliki kesan tua, kuno ada pula yang memiliki kesan moderen, ramah, dan lain-lain. Darimanakah pelanggan memberikan penilaian ini? Tentu dari apa yang ditampilkan dalam keseharian perusahaan itu. Bentuk gedung, penampilan para karyawan, seragam, gaya bicara, iklan dan banyak lagi elemen kontak antara pelanggan dengan karyawan. Perusahaan yang tidak memiliki identitas yang kuat akan tampil dengan ketidakkonsistenan yang membingungkan pelanggan.

Membangun corporate identity dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahap pertama adalah mengajukan pertanyaan seandainya perusahaan kita diwujudkan dalam bentuk manusia, akan jadi seperti apakah dia? Apakah laki-laki atau perempuan, muda, atau separuh baya, moderen ataukah klasik, ramah ataukah bergengsi? Jawablah pertanyaan ini dengan tertulis, kemudian gali pendapat dari para karyawan. Pertanyaan ini mempermudah asosiasi dengan sekian banyak atribut kompleks dan budaya perusahaan yang ada.

Langkah selanjutnya adalah menurunkannya menjadi spirit atau nilai-nilai dan melakukan komunikasi internal. Kita sangat sadar bahwa langkah terpenting adalah membuat karyawan internal memahami dan meyakini identitas yang telah dirumuskan. Tanpa adanya pemahaman dan keyakinan internal, hampir mustahil pelanggan akan menangkap nilai-nilai yang ingin disampaikan perusahaan.

Apabila karyawan perusahaan telah memahami identitas ini, barulah identitas diungkapkan atau disampaikan kepada para pelanggan. Cara penyampaian identitas ini dapat dibagi menjadi hal-hal yang tangible (berwujud nyata) dan yang intangible (tidak berwujud nyata). Hal berwujud antara lain seragam karyawan, tampilan gedung, tata letak ruang tunggu, papan nama, dan lainnya. Sedangkan hal-hal yang intangible antara lain proses operasi yang menjamin kecepatan layanan, aturan-aturan internal yang meningkatkan keramahan garda depan, serta nilai nilai luhur dari karyawan.



sumber referensi :


Kultur Perusahaan

Kultur Organisasi (atau Budaya Organisasi) adalah sebuah nilai yang dipegang oleh orang orang dalam organisasi tersebut dan merupakan pembeda dari organisasi lainnya. Kultur Organisasi adalah penggerak utama dalam laju bisnis perusahaan. Untuk memulai sebuah Knowledge management dalam sebuah perusahaan, tidaklah mudah. Perusahaan tersebut harus sudah memiliki sebuah kultur sharing knowledge yang sudah berakar dan menjadi pola kerja para karyawannya. Organisasi yang telah menerapkan hal ini dapat disebut sebagai LO atau Learning organization.
Learning organization (LO) atau organisasi pembelajar adalah organisasi yang memberikan kesempatan dan mendorong setiap individu yang ada dalam organisasi tersebut untuk terus belajar dan memperluas kapasitas dirinya.
Dia merupakan organisasi yang siap menghadapi perubahan dengan mengelola perubahan itu sendiri (managing change). Learning organization memiliki kemampuan untuk belajar dan memfasilitasi aspek-aspek dari proses belajar dan bisa terus menerus melakukan perubahan, dengan demikian karyawan mempunyai semangat untuk terus berkembang, melakukan perubahan-perubahan dan terus belajar.
Perusahaan yang memiliki semangat “learning organization” juga mempunyai karyawan yang bisa belajar dari kesalahan mereka, berbagi pengetahuan dengan karyawan yang lain dan bisa berkomunikasi secara terbuka dengan karyawan lainnya. Dilihat dari level managerial pun organisasi ini akan memiliki pemimpin yang bisa melatih, membantu, memberikan motivasi, menjadi pendorong dalam pengambilan keputusan. Menurut Pete Senge (1990) karyawan harus merubah cara pandang mereka, harus bisa mengembangkan kemampuan dan harus siap berubah, bisa mengerti keseluruhan dari fungsi organisasi dan merumuskan misi perusahaan sebagai bagian dari team.
Komponen dari suatu learning organization secara umum adalah terdiri dari learning (belajar), Organization (organisasi), People (orang), Knowledge (pengetahuan) dan Technology (teknologi), komponen-komponen diatas sudah banyak diterapkan di banyak organisasi.

Mengingat pentingnya learning organization dalam suatu perusahaan terlebih dalam pengembangan suatu KM maka diperlukan suatu keinginan dari perusahaan untuk meningkatkannya.
Menurut Rampesad (2002) ada teknik-teknik yang perlu dilakukan perusahaan untuk bisa meningkatkan learning organization dalam suatu perusahaan.
- Menciptakan suatu kondisi dimana karyawan bisa menggunakan pengetahuan mereka, berbagi dengan karyawan lain secara intensif bisa saling bertukar pengetahuan dengan yang lain.
- Membangun suatu struktur organisasi yang bagus sehingga bisa memberikan kesempatan bagi karyawan untuk bisa meningkatkan pengalaman dan cara berfikir.
- Melatih/memicu karyawan untuk memformulasikan balance scorecard mereka sehingga menumbuhkan sikap positif terhadapa perbaikan, pembelajaran dan pengembangan.
- Membiarkan karyawan menentukan keseimbangan antara ambisi pribadi dan ambisi bersama dalam perusahaan.
- Merekam dan membuat inventori cara belajar dan menyelaraskannya ke ambisi pribadi. Sehingga bisa ditinjau kembali secara berkala, diselaraskan lagi ke perencanaan, bisa dilakukannya pembinaan dan pemberian penghargaan.
- Membentuk tim pengembang dalam keseimbangan personal, kemampuan, cara belajar.
- Membangun dan menerima pengetahuan yang bersifat pribadi menurut favorit gaya belajar karyawan.
- Memberi dan mengarahkan karyawan kepada ambisi bersama dan menghubungkan mereka.
- Bekerja sama dengan tim learning, yaitu tim yang bergerak dalam perspektif sinergi, terkordinasi sebagai satu kesatuan.
- Gunakan cara penggambaran, kiasan dan intuisi untuk berbagi dan mengubah pengetahuan implicit.
- Bekerja sama dengan team self-direction yang berpengaruh dalam jaringan organisasi.
- Mensimulasi karyawan untuk selalu bisa mengidentifikasi masalah dan pemecahannya sebagai team.
- Mempunyai pemimpin yang bisa membina, membantu, menjadi inspirasi bagi karyawan, bisa memberi motivasi dan terus menerus mengevaluasi berdasarkan kinerja.
- Karyawan harus selalu mau belajar dari kesalahan dan bisa berbagi pengalaman tersebut dengan karyawan lain .
- Bekerja dengan sistemastis menggunakan metode-metode problem solving seperti brainstorming, problem solving cycle, risk management, etc .
- Berikan respon balik terhadap peningkatan-peningkatan.
- Menerapkan pendekatan integral dan sistem.
- Implementasi KM infrastruktur seperti Internet, Intranet, Perpustakaan dan lain-lain.
- Membiarkan karyawan focus kepada semua hal yang terjadi di perusahaan.
- Menstimulasi hubungan dengan karyawan secara informal.
- Membawa perusahaan keluar dari rasa ketidak percayaan.
- Menyederhanakan struktur organisasi dan “management language”.
- Memaklumi kesalahan, karena jika tidak ada kesalahan maka tidak ada proses pembelajaran.

Referensi
http://taufikikbal.blog.upi.edu/2009/10/19/knowledge-management-sebagai-peningkat-kinerja-karyawan-dan-sharing-informasi-sumber-daya-manusia/
http://hellomycaptain.blogspot.com/2009/10/peranan-kultur-organisasi-pada.html
http://www.adisumaryadi.web.id/index.php?tulisan/detail/13/84/tulisan-84.html

Nilai Perusahaan


Melalui perbaikan produktivitas  dan kualitas diharapkan perusahaan dapat meningkatkan nilai dari perusahaan. Banyak perusahaan jasa yang melakukan perbaikan produktivitas melalui proses re-engineering. Apabila proses tersebut dijalankan merupakan peluang potensial untuk meningkatkan output terutama kinerja karyawan jasa tersebut dalam memberikan pelayanan.

Namun, manajer tetap harus terus mengontrol produktivitas melalui pengamatan terhadap proses transformasi input dan output dari perusahaan jasa apakah sudah sesuai dengan apa yang diinginkan oleh konsumen. Tahapan yang dapat dilakukan dalam proses re-engineering perusahaan jasa adalah dengan melakukan aktivitas berikut:
·         Pengawasan terhadap setiap tahapan dalam proses pelayanan.
·         Mengusahakan penurunan penggunaan yang tidak bermanfaat dari tenaga kerja maupun material dan peralatan.
·         Menyesuaikan kapasitas pelayanan terhadap tingkat rata-rata permintaan pelayanan (untuk itu manajemen harus mengetahui waktu-waktu dimana permintaan tinggi) sehingga tidak terjadi kapasitas tenaga kerja dan peralatan/equipment yang mengangur.
·         Gantikan pekerja dengan mesin apabila memungkinkan (karena mesin lebih mudah menstandarkan pelayanannya). Hal ini merupakan proses tangibilising yaitu proses menambah keberwujudan jasa.
·         Berikan pelatihan pada karyawan bagaimana bekerja dengan produktivitas yang tinggi.

Secara umum peningkatan nilai perusahaan dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan kualitas dengan strategi backstage dan frontstage tenaga kerja (Colin, 1998). Perusahaan harus benar-benar memperhatikan bagaiman aproduktivitas karyawan yang berada pada posisi depan dan belakang. Dalam perusahaan yang mempunyai kontak dengan konsumen lebih besar, maka evaluasi peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan lebih mudah karena perusahaan dapat langsung melihat bagaimana reaksi dari konsumen setelah mereka mendapatkan pelayanan. Peranan dari frontstage tenaga kerja lebih besar dan dominan. Sedangkan pada perusahaan yang mempunyai kontak dengan konsumen rendah akan memerlukan usaha lebih untuk mengetahui bagaimana kepuasan konsumen yang mendapatkan pelayanannya. Peranan dari backstage tenaga kerja lebih besar.

NILAI-NILAI PERUSAHAAN
Saling percaya, Integritas, Peduli dan Pembelajar
  • Peka-tanggap terhadap kebutuhan pelanggan
    Senantiasa berusaha untuk tetap memberikan pelayanan yang dapat
    memuaskan kebutuhan pelanggan secara cepat, tepat dan sesuai.
  • Penghargaan pada harkat dan martabat manusia
    Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia dengan segala kelebihan dan
    kekurangannya serta mengakui dan melindungi hak-hak asasi dalam
    menjalankan bisnis.
  • Integritas
    Menjunjung tinggi nilai kejujuran, integritas, dan obyektifitas dalam
    pengelolaan bisnis.
  • Kualitas produk
    Meningkatkan kualitas dan keandalan produk secara terus-menerus dan
    terukur serta menjaga kualitas lingkungan dalam menjalankan perusahaan.
  • Peluang untuk maju
    Memberikan peluang yang sama dan seluas-luasnya kepada setiap anggota
    perusahaan untuk berprestasi dan menduduki posisi sesuai dengan kriteria dan
    kompetensi jabatan yang ditentukan.
  • Inovatif
    Bersedia berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan sesama anggota
    perusahaan, menumbuhkan rasa ingin tahu serta menghargai ide dan karya
    inovatif.
  • Mengutamakan kepentingan perusahaan
    Konsisten untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan dan menjamin di
    dalam setiap keputusan yang diambil ditujukan demi kepentingan perusahaan.
Pemegang saham
Dalam pengambilan keputusan bisnis akan berorientasi pada upaya
meningkatkan nilai investasi pemegang saham.

Tantangan Untuk Manajemen Strategik Pada Organisasi Sektor Publik Dan Bisnis

Selasa, 02 Maret 2010


Kesadaran untuk berhubungan dengan strategi pada organisasi sector publik adalah merupakan hal yang baru. Perencaaan sudah merupakan hal umum dilakukan oleh organisasi sektor publik, tetapi perencaaan bukanlah strategi. Berfikir strategi membutuhkan kesadaran dan mindset yang berbeda lebih fokus pada cause and effect yang dinamis, persaingan, dan ketidakpastian lingkungan. Strategi merupakan positioning organisasi di masa depan – dengan memberikan daya ungkit melalui asset-aset yang dimiliki untuk menciptakan asset yang dapat membawa organisasi pada posisi superior terhadap pesaing melalui penciptaan nilai.
Manajemen Strategi pada organisasi sektor publik bukanlah merupakan adaptasi sederhana dari teori strategi sektor bisnis. Sementara menejemen strategi pada kedua organisasi signifikan secara pararel, kedua organisasi juga memiliki perbedaan yang penting pula.
Beberapa tahun terakhir, manajemen sektor publik mulai meningkat perhatiannya kepada isu-isu tentang hasil (result) dan mulainya memasukkan terminologi konsumen (constumer) dalam manajemen publik (Howard Rohm, 2001). Hal ini mendorong para manager organisasi sektor publik memikirkan kembali fungsi, peran dan tanggungjawabnya kepada publik. Sehingga targetmerupakn unsur yang cukup dominan untuk diperhatikan didalam desain pekerjaan di organisasi publik, yang pada akhirnya diiukuti oleh isu-isu penting lainnya seperti pengukuran hasil kerja sebagai perbandingan antara target dan hasil, produktifitas, dan keberlanjutan serta nilai (value) setiap program dan aktifitas organisasi di sektor publik.
Sudah menjadi pemikiran umum bahwa organisasi sektor public diposisikan sebagai organisasi yang berada dalam lingkungan yang fakum dari kompetisi (Corex, 1997). Se-validitas apa pun pandangan tersebut di masa lalu, saat ini pandangan tersebut tidak menyakinkan sama sekali. Secara gambaran, semua organisasi akan beroperasi dalam lingkungan kompetisi, baik kompetisi tersebut dalam konteks menentukan pilihan supplier yang berkualitas ataukah dalam konteks pelayanan kepada publik/konsumen mana jasa organisasi sektor publik tersebut harus dihantarkan. Terlebih bahwa globalasi yang mengiringi era informasi (bukan lagi era industri) telah membawa perubahan keseluruh sektor lini kehidupan manusia, dimana asumsi-asumsi pada era industri tidak berlaku lagi (Mulyadi, 2000). Begitu pula organisasi sektor publik tidak akan lengang atau fakum lagi dari aspek persaingan , hal ini memakssa struktur organisasi harus memasukkan unsur  kompetisi dan inovasi (Anwar Shah, 1997; Corex, 1997; Wilopo 2002)
Kedua organisasi sektor bisnis dan publik ditujukan untuk memproduksi nilai (value) untuk para stakeholder pada masing-masing lingkungan melalui pemanfaatan sumber daya dan kapabilitas. Tetapi “tetapi secara alami mereka berbeda terhadap arti nilai itu sendiri, dan nilai sumberdaya, kapabilitas dan lingkungan, dimana hal tersebut akan memberikan implikasi dalam pembuatran dan implementasi strategi” (Alford 2000). Berikut akan dijabarkan beberapa implikasi hal tersebut.

Pada sektor publik, Nilai (value) diasosiasikan dengan proses penciptaan produk dan jasa (output) yang diikuti dampak (outcome) pada sosial ekonomi masyarakat pada umumnya (Pollitt dan Bouckaert, 1999). Value dapat pula diartikan sebagai nilai sosial dan norma, yang pada umumnya tertuang didalam konstitusi atau statements/pernyataan kebijakan anggaran tahunan, yang akan memberikan manfaat panduan didalam menjalankan amanat dimana value itu sendiri inheren didalamnya. Norma sosial tidak tertulis yang banyak dipahami dan diketahui oleh umum
seharusnya dipakai sebagai pertimbangan. Di negara industri, mission dan value organisasi sektor publik dinyatakan dalam kerangka kerja kebijakan jangka menengah. Sebagai contoh, negara New Zaeland sudah menjadi persyaratan resmi bahwa pernyataan kebijakan “policy statement” ditulis pada tabel Parlemen setiap 31 Maret. Value pada organisasi sektor publik di Negara sedang berkembang jarang sekali dinyatakan secara umum. Hal ini dikarenakan orientasi pemerintahan masih pada sistem “komando dan kontrol” ketimbang berorientasi sebagai pelayanan publik (Anwar Shah,1997).
Value merupakan titik landasan untuk pergerakan organisasi sector publik di masyarakat, dengan peryataan value maka secara langsung akan memposisikan institusi dalam persepsi publik. Disamping bahwa value merupakan kristalisasi atas suara publik “public voice” yang diharapkan atas kinerja organisasi sektor publik. Nilai bukalah hasil sebuah momentum atau hasil dari ketentuan pemerintah. Tetapi nilai tergantung wacana perpaduan antara nilai yang berkembang di publik dan kemampuan organisasi mendayagunakan nilai yang ada dimasyarakat.